KEUATAMAAN PUASA SYAWAL
Oleh M Zaenal Muhyidin[*]
“Barangsiapa berpuasa Ramadan kemudian ia iringi dengan berpuasa
enam hari di bulan Syawal, maka ia seolah-olah berpuasa setahun penuh.” (HR. Muslim)
Alhamdulillah wasyukrulillaah, kita
baru saja selesai melaksanakan puasa Ramadan selama sebulan penuh dan diakhiri
dengan Idul Fitri. Puasa Ramadan adalah fardu ain dan termasuk salahsatu rukun
Islam, makanya puasa Ramadan wajib dilaksanakan oleh setiap muslim yang balig,
berakal, sehat, dan bermukim (tidak sedang dalam perjalanan/musafir), serta
tidak mempunyai halangan yang secara syar’i tidak boleh berpuasa, seperti haid
dan nifas bagi perempuan. Begitu juga Idul fitri sebagai hari perayaan akan
“kemenangan” menahan hawa nafsu dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa seperti makan, minum,
dan nafsu syahwat, telah kita lewati juga dan kita rayakan bersam-sama dengan
penuh khidmah, gembira, bahkan sukacita yang tiada terhingga. Kini saatnya, di
bulan Syawal ini kita kembali untuk melaksanakan sesuatu yang dipandang
perbuatan baik, bahkan Sunnah Rasulullah Saw. yaitu puasa Syawal.
Puasa Syawal merupakan salahsatu
amalan ibadah (perbuatan ibadah) tathawu’ (sukarela) yang pelaksanaannya
tidak mengikat dan memaksa harus dilaksanakan bagi setiap mukallaf. Akan tetapi, puasa
syawal hanya bersifat anjuran yang apabila dilaksanakan akan mendapat pahala
dan jika tidak dilaksanakakan tidak akan mendapatkan apa-apa (tidak berdosa).
Namun, sayang, jika kita sebagai umat muslim yang beriman tidak melaksanakan
amalan sunnah ini. Selain karena pahalanya yang besar juga karena puasa syawal
merupakan amalan yang sangat dicintai oleh Allah dan Rasululullah Saw.
Ulama kontemporer, Dr. Yusuf
Qardhawi dalam salahsatu kitabnya, “Fiqh Ash-Shiyaam” menjelaskan, bahwa
penunaian kewajiban seperti Shalat fardu, menunaikan Zakat, Puasa Ramadan, dan Haji,
merupakan sarana yang dapat mendekatkan diri (taqarub) kepada Allah Swt. Sedangkan penunaian sunnah akan dapat
mengantarkannya kepada cinta kepada Allah Swt dan Rasulullaah Saw.
Hal ini selaras dengan sabda
Rasulullah Saw. dalam hadits qudsinya yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari
Abu Hurairah, “Tidaklah seorang hamba
mendekatkan diri kepada-Ku lebih utama daripada yang Ku-wajibkan kepadanya. Dan
hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-ku dengan amalan sunah hingga Aku
mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku menjadi pendengarannya yang
melaluinya ia bisa mendengar, menjadi penglihatannya yang dengannya ia bisa
melihat, menjadi tangannya yang dengannya ia bisa memukul, dan menjadi kakinya
yang melaluinya ia dapat melangkah. Jika ia meminta kepada-Ku, niscaya Ku-beri
dan jika ia meminta perlindungan kepada-Ku, niscaya Kulindungi.”
Dalam hadits lain yang diriwayatkan
oleh Imam Bukhari pula, Rasulullah Saw bersabda, “Dan senantiasa hamba-Ku
mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku
mencintainya.” (HR. Bukhari)
Cara
Melaksanakan Puasa Syawal
Pelaksanaan puasa Syawal, apakah
diawal bulan yaitu mulai tanggal 2 sampai dengan tanggal 7 Syawal (berturut-turut),
berselang-selang sehari puasa sehari tidak dan seterusnya sampai 6 hari, atau
diakhir bulan Syawal? Hal inilah yang menjadi perdebatan para ulama, khususnya
para ulama ahli fikih. Imam Nawawi dalam
Syarh Muslim, 8/56 mengatakan, “Para ulama madzhab Syafi’i mengatakan
bahwa paling afdhol (utama) melakukan puasa syawal
secara berturut-turut (sehari) setelah shalat ‘Idul Fithri. Namun jika tidak
berurutan atau diakhirkan hingga akhir Syawal maka seseorang tetap mendapatkan
keutamaan puasa syawal setelah sebelumnya melakukan puasa Ramadhan.”
Namun Imam Malik berpendapat bahwa
puasa dihari-hari yang enam ini adalah makruh, karena dikhawatirkn dianggap
bagian dari Ramadan. Sehingga orang-orang akan mewajibkannya dan mengingkari
orang yang meninggalkannya. Hukum makruh di sini menurut Imam Syatibi
sebagaimana dijelaskan Yusuf Qardhawi adalah dalam konteks sad adz-dzara’i (menutup pintu kemunkaran). Menurut Syatibi, memang
beberapa orang awam mengalami hal semacam ini, mereka mempertahankan tradisi
Ramadan, seperti memberi penerangan tempat azan dan tempat lalu lalangnya
orang-orang yang sahur, hingga hari ke tujuh bulan Syawal. Namun menurut Syatibi
pula, penyimpangan ini tidak harus dibenturkan dengan sunah. Orang yang belum
tahu harus diberi tahu. Yusuf Qardhawi sendiri memilih puasa Syawal cukup pada
hari-hari bulan Syawal. Artinya ia tidak melakukannya secara berturut-turut
mulai dari tanggal 2 sampai dengan tangal 7 Syawal (hari setalah shalat Idul
Fitri) melainkan pada hari-hari bulan Syawal.
Melihat berbagai pendapat seperti
diatas tentang bagaimana cara melaksanakan puasa Syawal, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut: 1) Puasa Syawal dilaksanakan selama enam hari; 2) Lebih utama
dilaksanakan sehari setelah Idul Fithri, namun tidak apa-apa jika diakhirkan
asalkan masih di bulan Syawal; 3) Lebih utama dilaksanakan secara berurutan
namun tidak apa-apa jika dilaksanakan tidak berurutan (berselang-selang); 4) Usahakan
untuk menunaikan qodho’ puasa terlebih dahulu agar mendapatkan ganjaran puasa
setahun penuh. Dan ingat bahwa puasa Syawal adalah puasa sunnah sedangkan
qodho’ Ramadhan adalah wajib. Sudah semestinya ibadah wajib lebih didahulukan
daripada yang sunnah.
Keutamaan
Puasa Syawal
Puasa syawal merupakan puasa sunnah
yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan. Selain karena pahalanya yang besar
yaitu sama dengan puasa setahun penuh juga kerena banyak keutamaannya. Barangsiapa
yang berpuasa syawal tiap tahun sepanjang umur, maka pahalanya sama dengan
puasa terus-menerus sepanjang umurnya.
Hal ini dijelaskan dalam sabda Rasulullah Saw., “Puasa sebulan dikalikan sepuluh bulan, puasa enam hari (di bulan
Syawal) disamakan dengan dua bulan, maka yang demikian itu (sama dengan) puasa
setahun.”
Begitu juga dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Tsauban, Rasulullah Saw.,
bersabda: “Barang siapa berpuasa enam hari setelah hari raya Idul
Fitri, maka dia seperti berpuasa setahun penuh. [Barang siapa berbuat satu
kebaikan, maka baginya sepuluh kebaikan semisal].” (HR. Ibnu Majah dan
dishohihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa’ul Gholil)
Penjelasan dari kedua hadits
tersebut adalah bahwa orang yang melakukan satu kebaikan akan mendapatkan
sepuluh kebaikan yang sama. Puasa Ramadhan selama sebulan berarti akan sama pahalanya
dengan puasa 10 bulan. Puasa Syawal enam hari berarti akan sama pahalanya dengan
puasa 60 hari atau 2 bulan. Oleh karena itu, seseorang yang berpuasa Ramadan
kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka ia akan mendapatkan puasa
seperti setahun penuh. (Lihat Syarh An Nawawi ‘ala Muslim, 8/56 dan Syarh
Riyadhus Sholihin, 3/465).
Sedangkan keutamaan puasa Syawal
banyak sekali. Sedikitnya ada 6 (enam) keutamaan puasa Syawal yang dapat kita
peroleh jika kita melaksanakannya, yaitu, 1) Puasa Syawal akan menggenapkan pahala berpuasa setahun penuh seperti bunyi
hadits di atas; 2) Puasa Syawal seperti halnya shalat sunnah Rawatib dapat
menutup kekurangan dan menyempurnakan ibadah wajib. Artinya, apabila dalam
melaksanakan puasa Ramadan (puasa wajib) ada bahkan banyak kekurangan, maka
puasa Syawal-lah (puasa sunnah) yang dapat menutupi dan menyempurnakan daripada
kekurangan tersebut (lihat Latha’if Al-Ma’arif, Ibnu Rajab Al-Hambali,
hal. 394).
3) Melaksanakan puasa Syawal merupakan tanda diterimanya amalan puasa Ramadan.
Allah Swt akan membalas perbuatan yang baik dengan yang baik pula. Puasa
Ramadan adalah perbuatan baik, maka jika kita melaksanakan puasa Ramadan dengan
penuh ikhlas dan mengharap ridlo Allah Swt maka Allah akan memberi petunjuk
kita untuk melakukan kebaikan-kebaikan setelahnya. Begitu pula jika Allah Swt.
menerima amalan baik seseorang maka seseorang itu akan diberi petunjuk oleh
Allah Swt untuk melakukan amalan yang baik pula pada waktu dan tempat yang
berbeda. Hal inilah yang dijelaskan dalam Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim,
Ibnu Katsir, 8/417, Daar Thoyyibah, cetakan kedua, 1420 H (Tafsir Surat Al Lail)
yang berbunyi, “Di antara balasan kebaikan adalah kebaikan selanjutnya dan di
antara balasan kejelekan adalah kejelekan selanjutnya.” 4) Melaksanakan puasa syawal merupakan bentuk
syukur pada Allah; 5) Melaksanakan puasa Syawal berarti menyehatkan diri kita.
Sebagaimana sabda Rasulullaah Saw., “Shuumuu Tashihuu”, berpuasalah, maka akan sehat.. 6) Melaksanakan puasa Syawal
menandakan bahwa ibadahnya kontinu (terus-menerus) dan bukan musiman saja yaitu
pada bulan Ramadan.
Terakhir, mari kita renungkan apa
yang dikatakan Ibnu Rajab dalam kitab Latho’if Al-Ma’arif, hal. 399,
beliau berkata: ”Barangsiapa melakukan
dan menyelesaikan suatu ketaaatan, maka di antara tanda diterimanya amalan
tersebut adalah dimudahkan untuk melakukan amalan ketaatan lainnya. Dan di
antara tanda tertolaknya suatu amalan adalah melakukan kemaksiatan setelah melakukan
amalan ketaatan. Jika seseorang melakukan ketaatan setelah sebelumnya melakukan
kejelekan, maka kebaikan ini akan menghapuskan kejelekan tersebut. Yang sangat baik
adalah mengikutkan ketaatan setelah melakukan ketaatan sebelumnya. Sedangkan
yang paling jelek adalah melakukan kejelekan setelah sebelumnya melakukan
amalan ketaatan. Ingatlah bahwa satu dosa yang dilakukan setelah bertaubat
lebih jelek dari 70 dosa yang dilakukan sebelum bertaubat. ... Mintalah pada
Allah agar diteguhkan dalam ketaatan hingga kematian menjemput. Dan mintalah
perlindungan pada Allah dari hati yang terombang-ambing.”
[*] Penulis adalah Wakil Ketua PW LTN NU Jawa Barat dan Ketua Yayasan Al-Mizan, Jatiwangi, Majalengka











