Membangun Khairu Ummah
Oleh: M. Zaenal
Muhyidin*
Dan demikian (pula) Kami telah
menjadikan kalian (umat Islam) sebagai ummatan wasathan (adil dan pilihan) agar
kalian menjadi saksi atas
(perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas
(perbuatan) kalian..., (Qs. Al-Baqarah: 143).
Dari ayat al-Qur’an di atas terlihat secara jelas bahwa umat
Islam itu disebut sebagai ‘ummatan wasathan’. Secara harfiah, kata ‘wasath’ berarti
“tengah atau moderat”. Sedangkan ‘ummatan
wasathan’ berarti ‘umat yang berada di tengah atau moderat (tidak terlalu ekstrem kanan ataupun
ekstrem kiri)’.
Menurut para ulama, kata ‘ummatan
wasathan’ pada umumnya diartikan sebagai “umat pilihan yang berkeadilan”. Imam
Az-Zamakhsyari dalam kitab Al-Kasysyâf, vol. 1
(Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1995), hal. 197 misalnya,
menjelaskan bahwa kata ‘wasathan’ itu memiliki arti ‘khiyar’ atau
pilihan. Sedangkan menurut Imam Ibnu Katsir,
kalimat ‘ummatan wasathan’ mempunyai arti bahwa Allah SWT telah
mengkhususkan mereka (umat Islam) dengan
syariah paling sempurna, jalan yang lurus, dan mazhab paling jelas. Oleh karena
itu, status ‘sebagai umat pilihan’
hanya dapat disandang apabila mereka (umat)
telah menjalankan serta mengemban risalah tersebut.
Penyebutan
umat Islam sebagai umat pilihan juga terdapat dalam beberapa ayat lain, seperti;
(QS Ali Imran: 110), (QS al-Baqarah: 128), (QS Al-Maidah: 66)
dan beberapa ayat lain.
Sebagai agama (din), Islam menekankan
pentingnya nilai-nilai mulia dan luhur,
seperti; bersikap adil, jujur, saling menghargai dan menghormat, dan moderat. Namun demikian, dalam kehidupan
sehari-hari (real), tidak sedikit terlihat masih adanya umat Nabi Muhammad SAW yang justru tindakannya malah
terkesan mereduksi, menciderai bahkan bisa dikatakan “mengurangi” keluhuran
nilai‑nilai
Islam itu sendiri.
Dari sinilah kiranya, penting
bagi kita semua (umat Muhammad SAW) untuk kembali merenungkan kemudian mereflesikan
kandungan ayat-ayat
al-Qur’an yang menegaskan kalimat ‘ummatan wasathan’, beserta penafsiran para ulama yang memaknai kata wasathan dengan keadilan dan umat pilihan.
Sebagai umat yang moderat, yang
senantiasa bersikap “netral”, bukan berarti bahwa umat Islam itu dapat ditarik kesana-kemari.
Sikap moderat disini berarti adanya sebuah patokan/penekankan terhadap
pentingnya keadilan dalam bersikap, yang pada akhirnya menjadi cerminan sebagai umat pilihan. Sehingga dalam konteks
ini, ada keterkaitan yang sangat erat antara label umat pilihan, moderat dan keadilan. Ibaratnya, jika umat pilihan
itu adalah wadah, maka isinya adalah keadilan. Jadi, umat Islam itu bisa
dikatakan sebagai umat moderat/pilihan,
karena dan selama mereka membumikan nilai-nilai keadilan dalam kehidupan
di muka bumi ini.
Lebih dari itu, kandungan
nilai keadilan dari kata wasathan dalam ayat di atas, tidaklah serta
merta hanya menunjuk pada wilayah internal umat Islam saja, melainkan
juga mengarah pada wilayah eksternal (hubungan umat Islam dengan umat-umat agama lain). Dengan
demikian, “keadilan” yang menjadi
ciri utama umat Islam dalam konteks ini sifatnya adalah universal. Dan di
sinilah sebenarnya misi utama agama Islam yang menghendaki terciptanya
sebuah peradaban manusia yang berkeadilan dan membawa kerahmatan bagi semesta (rahmatan lil-‘alamiin).
Identitas umat atau
masyarakat terbaik, ideal dan berkeadilan itu akan
tercermin pada sikap dan tingkah laku umat dalam segala bidang. Proses pembentukannya pun dapat terjadi secara alamiah
yang membutuhkan waktu yang relatif lama,
atau melalui upaya penanaman secara
terus-menerus hingga dapat terbentuk
dalam waktu yang relatif singkat. Namun demikian, untuk mewujudkan sebuah peradaban berkeadilan
yang dicita-citakan Islam seperti di atas, setidaknya dapat dirintis dengan membangun beberapa prinsip yang
dapat dijadikan sebagai landasan dasarnya.
Sebagai contoh, apa yang telah digagas oleh para
ulama yang tergabung dalam organisansi Nandlatul Ulama (NU) telah memulai kerja peradaban yang tak ternilai harganya. Hasil dari Munas Alim Ulama NU di Lampung (1992) telah berhasil merumuskan prinsip-prinsip
dasar umat terbaik (mabadi' khaira ummah), yang dikenal dengan
istilah al-mabadi 'al-khomsah li-mobadi' khaira ummah (lima prinsip
dasar untuk membentuk umat terbaik).
Lima prinsip dasar dimaksud adalah sebagai
berikut, pertama, ash-shidqu yang berarti kejujuran, kebenaran, kesungguhan dan keterbukaan. Kejujuran atau kebenaran merupakan kesatuan
antara kata dengan perbuatan. Kejujuran
meliputi ucapan, perbuatan, dan sikap yang ada di dalamnya. Landasan dasar
prinsip ini adalah (QS at-Taubah:119) dan (QS al-Baqarah: 177).
Kedua, al-amanah wal-wafa’
bil-'ahdi yang berarti terpercaya, setia dan tepat janji. Landasan prinsip ini adalah (QS An-Nisa’:
58) dan (QS al-Maidah: 1). Ketiga, al-'adalah yang berarti sikap adil dan memberikan hak serta kewajiban secara
proporsional. Bersikap
adil dalam menempatkan sesuatu pada tempatnya, berpihak kepada kebenaran, menyalahkan yang salah dan membenarkan yang
benar. Landasan dasar prinsip ini adalah (QS An-Nahl: 90) yang berbunyi,
sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan.
Keempat, at-ta'awun
yang
berarti tolong-menolong, setia kawan, dan
gotong-royong dalam kebaikan dan
ketakwaan. Kata ini juga mengadung arti timbal-balik dari masing-masing pihak untuk saling memberi dan
saling menerima. Landasan prinsip dasar
keempat ini adalah (QS Al-Maidah: 2) yang berbunyi...dan tolong-menolonglah
kalian dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong
dalam berbuat dosa dan pelanggoran
Kelima, al-Istiqomah yang berarti keajegan,
kesinambungan dan berkelanjutan. Landasan dasar
prinsip ini adalah (QS Al-Fushilat: 30) yang berbunyi…..sesungguhnya
orang-orang yang mengatakan "Tuhan kami adalah Allah" kemudian mereka istiqomah, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): janganlah kalian merasa takut dan janganlah merasa sedih; dan
bergembiralah kalian dengan (memperoleh)
surga yang telah dijanjikan oleh Allah.
Walhasil, dari pemaparan di atas terlihat jelas bahwa umat terbaik
tidak dapat dipisahkan dari yang namanya “keadilan”.
Sejauh mana keadilan ditegakkan, maka sejauh
itu pula umat Islam dapat menjadi
umat terbaik, begitupun sebaliknya. Maka
tidak ada pilihan apa pun bagi umat Islam kecuali melakukan keadilan. Karena Al-Quran
meneguhkan umat Islam sebagai umat terbaik.
Mutiara Hikmah
Bersikap lemah lembut adalah separuh kemanusiaan,
bertanya
adalah separuh ilmu dan profesionalitas adalah separuh
kehidupan. (Nasha'ih al-'Ibad,
Karya Syihabuddin Ahmad bin Hajar al-Asqalani (752-773 H]
Dikomentari oleh Muhammad Nawawi bin Umar al-Jawi)
*Penulis adalah Ketua RB3 Yayasan Al-Mizan dan
Wakil Ketua PW LTN NU, Jawa Barat











