MENYAMBUT MALAM NISFU SYABAN
Oleh M Zaenal Muhyidin[*]
Hari ini, Senin 26 Juli 2010 bertepatan
dengan 14 Syaban 1430 H. Nanti malam yaitu Senin malam Selasa merupakan malam
kelima belas dari bulan Syaban. Dalam tradisi masyarakat Islam khususnya di
Indonesia malam ini sering disebut dengan “malam
nisfu syaban” yang artinya malam pertengahan bulan syaban yaitu malam
kelima belas.
“Syaban” sebagai salahsatu nama bulan dalam
kalender hijriah mempunyai arti “berkelompok” (biasanya bangsa Arab berkelompok mencari nafkah pada bulan itu). Sya’ban termasuk bulan
yang dimuliakan oleh Rasulullah Saw. selain bulan yang empat, yaitu Dzulqa'dah,
Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Salahsatu pemuliaan Rasulullah Saw. terhadap
bulan Syaban ini adalah beliau banyak berpuasa pada bulan ini. Hal tersebut dijelaskan
dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Nasa'i dan Abu Dawud dan disahihkan
oleh Ibnu Huzaimah yang artinya : "Usamah
berkata pada Rasululllah Saw., 'Wahai Rasulullah, saya tak melihat Rasul
melakukan puasa (sunat) sebanyak yang Rasul lakukan dalam bulan Sya'ban.' Rasul
menjawab: 'Bulan Sya'ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan
oleh kebanyakan orang.’” Selain itu, menurut Rasulullah Saw pada bulan ini
pula yaitu pada malam nisfu sya’ban (malam kelima belas) seluruh amal perbuatan
manusia diangkat kepada Allah Swt. Sehingga Rasulullah Saw berharap ketika amal
perbuatanya diangkat kepada Allah Swt maka Rasul dalam keadaan puasa. Hal tersebut dijelaskan dalam hadits Nabi
yang diriwayatkan oleh al-Nasa’i yang artinya : “Bulan
itu (Sya‘ban) berada di antara Rajab dan Ramadhan adalah bulan yang dilupakan
manusia dan ia adalah bulan yang diangkat padanya amal ibadah kepada Tuhan Seru
Sekalian Alam, maka aku suka supaya amal ibadah ku di angkat ketika aku
berpuasa”. ( HR. al-Nasa’i)
Keutamaan
Malam Nisfu Syaban
Keutamaan
malam Nisfu Sya‘ban sebagaimana dijelaskan dalam hadits shahih dari Mu‘az bin
Jabal Radhiallahu ‘anhu, bersabda Rasulullah Saw. yang artinya: “Allah menjenguk datang kepada semua makhlukNya
di Malam Nisfu Sya‘ban, maka diampuni segala dosa makhlukNya kecuali orang yang
menyekutukan Allah dan orang yang bermusuhan.” (HR. Ibnu Majah, at-Thabrani
dan Ibnu Hibban)
Begitu
juga dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah RA., beliau berkata: "Suatu malam Rasulullah Saw shalat,
kemudian beliau bersujud panjang, sehingga aku menyangka bahwa Rasulullah Saw
telah diambil, karena curiga maka aku gerakkan telunjuk beliau dan ternyata
masih bergerak. Setelah Rasulullah Saw. selesai shalat beliau berkata:
"Hai ‘Aisyah engkau tidak dapat bagian?". Lalu aku menjawab:
"Tidak ya Rasulullah, aku hanya berfikiran yang tidak-tidak (menyangka
Rasulullah telah tiada) karena engkau bersujud begitu lama". Lalu
Rasulullah Saw. bertanya: "Tahukah engkau, malam apa sekarang ini?”.
"Rasulullah yang lebih tahu", jawabku. "Malam ini adalah malam
nisfu Sya'ban, Allah mengawasi hambanya pada malam ini, maka Ia memaafkan
mereka yang meminta ampunan, memberi kasih sayang mereka yang meminta kasih sayang
dan menyingkirkan orang-orang yang dengki" (HR. Baihaqi). Menurut
perawinya hadits ini mursal (ada rawi yang tidak sampai ke Sahabat), aka tetapi
hadits ini cukup kuat.
Malam
Nisfu Sya‘ban juga termasuk malam-malam yang dikabulkan doa. Imam asy-Syafi‘i
dalam kitabnya al-Umm, berkata: “Telah
sampai pada kami bahwa dikatakan: sesungguhnya doa dikabulkan pada lima malam, yaitu
malam Jum’at, malam hari raya Idul Adha, malam hari raya ‘Idul fitri, malam
pertama di bulan Rajab dan malam Nisfu Sya‘ban.”
Menghidupkan
Malam Nisfu Sya‘ban
Malam
Nisfu Sya‘ban (malam kelima belas pada bulan Syaban) merupakan malam yang penuh
rahmat dan ampunan dari Allah Swt. Untuk itu, kita dianjurkan bahkan
disunnahkan untuk menghidupkan malam ini. Adapun cara menghidupkan Malam Nisfu
Sya‘ban sebagaimana yang dilakukan sekarang ini tidak berlaku pada zaman Rasulullah
Saw dan zaman para sahabat. Akan tetapi hal ini berlaku pada zaman thabi‘in (zaman setelah para sahabat) dari
penduduk Syam. Imam al-Qasthalani dalam kitabnya al-Mawahib al-Ladunniyah, berkata, “bahwa para tabi‘in daripada penduduk Syam seperti Khalid bin Ma‘dan
dan Makhul, mereka beribadah dengan bersungguh-sungguh pada Malam Nisfu
Sya‘ban. Maka dengan perbuatan mereka itu, mengikutlah orang banyak
untuk membesarkan malam tersebut.”
Para tabi‘in menghidupkan Malam Nisfu Sya‘ban dengan dua
cara, yaitu 1) Sebagian mereka hadir beramai-ramai ke masjid dan berjaga di
waktu malam (qiyamullail) untuk shalat sunat dengan memakai harum-haruman,
bercelak mata dan berpakaian yang terbaik; 2) Sebagiannya lagi melakukannya
dengan cara bersendirian. Mereka menghidupkan malam tersebut dengan beribadah
seperti shalat sunat dan berdoa dengan cara sendirian.
Adapun cara kita sekarang ini menghidupkan Malam Nisfu
Sya‘ban dengan membaca Al-Qur'an seperti membaca surah Yasin, berzikir dan
berdoa dengan berhimpun di masjid-masjid atau di rumah-rumah sendirian atau berjamaah
adalah tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh para tabi‘in itu.
Dalam
hadits Ali Ra., Rasulullah Saw. bersabda: "Malam
nisfu Sya'ban, maka hidupkanlah dengan shalat dan puasalah pada siang harinya,
sesungguhnya Allah turun ke langit dunia pada malam itu, lalu Allah berfirman:
"Orang yang meminta ampunan akan Aku ampuni, orang yang meminta rizqi akan
Aku beri dia rizqi, orang-orang yang mendapatkan cobaan maka aku bebaskan,
hingga fajar menyingsing." (HR. Ibnu Majah dengan sanad lemah).
Ulama
berpendapat bahwa hadits lemah dapat digunakan untuk Fadlail A'mal (keutamaan
amal). Walaupun hadits-hadits tersebut tidak sahih, namun melihat dari hadits-hadits
lain yang menunjukkan kautamaan bulan Sya'ban dapat diambil kesimpulan bahwa Malam Nisfu Sya'ban jelas mempunyai
keuatamana dibandingkan dengan malam-malam lainnya.
Amalan-Amalan dalam Malam Nisfu Sya‘ban
Untuk menghidupkan Malam Nisfu Sya‘ban dapat kita lakukan
dengan berbagai cara, tapi hal-hal tersebut dilakukan dengan cara-cara yang
baik yang tiak bertentangan denga syraiat.
Di antara hal yang dianggap bid‘ah dan bertentangan denga
syariah oleh sebagaian ulama dalam malam nisfu sya’ban itu adalah shalat sunat Nisfu
Sya‘ban. Menurut sebagian ulama, shalat sunat nisfu sya’ban sebenarnya tidak tsabit, tidak kuat dasar hukumnyadan
dan tidak ada dalam ajaran Islam. Seperti Imam an-Nawawi dan
Imam Ibnu Hajar telah menafikan adanya shalat sunat Nisfu Sya‘ban. Karena
menurut beliau suatu shalat itu disyariatkan cukup sandarannya pada nash
Al-Qur'an atau pada hadits nabi.
Jika seseorang itu masih juga ingin melakukan shalat pada
malam nisfu sya’ban, maka sebaiknya dia mengerjakan shalat-shalat sunat lain
seperti sunat Awwabin (di antara waktu maghrib dan Isya'), shalat Tahajjud diakhiri
dengan shalat Witir atau shalat sunat Muthlaq bukan khusus shalat sunat Nisfu
Sya‘ban. Shalat sunat Muthlaq ini boleh dikerjakan kapan saja, baik pada Malam
Nisfu Sya‘ban atau pada malam-malam lainnya.
Tapi ulama lain seperti Imam al-Ghazali dalam kitabnya al-Ihyaa’ (Juz 1 hal. 210) menyatakan bahwa shalat malam nisfu
sya’ban adalah sunat dan hal itu dilakukan pula oleh para ulama salaf. Bahkan
para ulama salaf menamakan shalat tersebut sebagai shalat khair (shalat yang baik). Begitu juga ulama-ulama lain seperti
al-Allamah al-Kurdi. Selain dalam kitab al-Ihyaa’
juga dalam kitab-kitab lain seperti Khaziinah
al-Asraar (hal. 36), al-’Iaanah (Juz
1 hal. 210), al-Hawaasyi al-Madaniyyah
(Juz 1 hal. 223), dan al-Tarsyiih
al-Mustafiidiin (hal. 101).
Nah, terlepas dari
‘kontroversi’ tentang amalan-amalan pada malam nisfu syaban khususnya tentang
shalat nisfu sya’ban yang dianggap bid’ah oleh sebagian ulama dan dianggap
sunat oleh ulama lain, maka kita sangat dianjurkan untuk meramaikan malam Nisfu
Sya'ban dengan cara memperbanyak ibadah, salat, zikir membaca al-Qur'an,
berdo'a dan amal-amal shalih lainnya seperti
puasa pada siang harinya sebagaiman dicontohkan Rasulullah Saw. sehingga kita
tidak termasuk orang-orang yang lupa akan kemuliaan bulan sya’ban ini. Wallah a’lam bishawab !
[*] Penulis adalah Wakil Ketua PW LTN NU Jawa Barat dan Ketua Yayasan
Al-Mizan, Jatiwangi, Majalengka











