BERITA

Puasa Dan Pesan Keujujuran

Oleh Mas Zaenal Muhyidin[*]

 

Marhaban yaa Syahru Ramadhan  # Marhaban Syahrash Shiyaam

Marhaban yaa Syahru Ramadhan # Marhaban Syahral Qiyaam

Marhaban yaa Qaadimal Aan # Anti lii Ghaayah Maraami

Biquduumik Yanjaliraan # Wayazuulul Ightimaam

 

***

Selamat datang wahai bulan Ramadan; Selamat datang wahai bulan Puasa; Selamat datang bulan yang denganya maksud dan tujuanku dapat tercapai. Selamat datang bulan Ramadan, yang  dengannya segala susah dan bingung dapat hilang.

 

Alhamdulillah, wasyukru alaa ni’amillah. Puasa kita sudah berada dipertengahan bulan dan diseperpuluh kedua bulan Ramadan. Mudah-mudahan segala amal ibadah yang kita laksanakan pada bulan puasa ini mendapat ampunan dan rahmat dari Allah Swt. Sebagaimana dalam sebuah hadits dijelaskan bahwa sepuluh hari pertama bulan Ramadan adalah ampunan (maghfirah), sepuluh hari kedua  adalah kasih sayang (rahmat), dan sepuluh hari ketiga adalah pembebas  dari api neraka (‘itqun minan naar).

 

Bulan Ramadan kali ini bagi umat Islam Indonesia masih memiliki kekhususan, karena pada Ramadan  kali ini bangsa Indonesia masih diselimuti oleh kasus-kasus memalukan yang berkepanjangan, yaitu kasus lumpur Lapindo yang tidak kunjung selesai dan kasus ‘korupsi berjamaah’ yang semakin merajalela. Hal ini menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat kepada pejabat dan meningkatnya kemiskinan dan pengangguran yang pada akhirnya dapat menimbulkan berbagai kerawanan sosial dan keamanan.

 

Oleh karena itu, alangkah tepatnya kalau puasa Ramadan kali ini kita jadikan momentum yang tepat untuk melihat dan mengintrofeksi diri, prilaku, dan sikap kita, baik yang berhubungan dengan Allah (hablun minallâh)  atau yang berhubungan dengan sesama manusia (hablun minannâs).

 

Salahsatu pelajaran dan pesan Ramadan berkaitan dengan introsfeksi diri, perilaku dan sikap kita, baik kepada Allah maupun kepada sesama adalah belajar untuk bersikap jujur.

 

Jujur (ash-shidqu) yang lawannya dusta (al-Kidzbu) adalah sifat para nabi dan rasul. Jika kita berbuat jujur berarti kita mengikuti dan meneladani akhlak para nabi dan rasul.

 

Sabda Rasulullah Saw sebagaimana diriwayatkan Aisyah ra : “Sifat yang dibenci oleh Rasulullah adalah bohong”. Kalau ada orang yang berbohong sekali, maka tidak akan hilang dalam ingatan Rasulullah sampai orang itu bertaubat. Mengapa bohong itu sangat serius? dan jujur sangat penting? Jujur adalah pintu kebaikan. Bohong adalah pintu kejahatan. Artinya, kalau yang kita buka adalah pintu kejujuran, maka yang akan masuk adalah semua kebaikan. Seballiknya bohong adalah pintu kejahatan, kalau yang dibuka pintu kebohongan maka yang akan masuk adalah seluruh kejahatan.

 

Kaitannya dengan sifat jujur, dalam sebuah kisah diceritakan, bahwa seorang pejina datang kepada Rasulullah Saw untuk meminta fatwa dan nasehat bagiamana agar ia dapat berhenti dari perbuatan zinah-nya. Maka Rasulullah Saw memberikan tips dan nasehat kepadanya, yaitu untuk tidak berbohong (berlaku jujur pada diri sendiri). Setelah itu, pezina pun pulang. Pada suatu kesempatan pezina itu akan melakukan perbuatan zinahnya, namun hatinuraninya berkata, seandaniya aku melakukan ini lagi, maka apa yang harus aku katakan pada Rasulullah Saw. Jika aku katakan, bahwa aku melakukannya, maka aku malu. Begitu juga jika aku berbohong, aku pun malu. Begitu seterusnya hatinurani pezina itu bergejolak, sampai ia dapat menghentikan perbuatan itu dan bertaubat kepada Allah Swt. untuk tidak melakukannya lagi.

Orang berpuasa berarti belajar tentang kejujuran

Karena dalam puasa ada hal yang dirahasiahkan antara orang yang berpuasa (shaaim) dengan Allah Swt. Seseorang berpuasa atau tidaknya tidak dapat diketahui oleh orang lain, aka tetapi dapat diketahui oleh orang yang berpuasa itu sendiri dengan Sang Khaaliq-nya, Allah Swt. Begitu juga pahala orang berpuasa, hanya Allah lah yang berhak atasnya. Sementara amal ibadah lain pahalanya akan dibalas sesuai dengan amal itu sendiri dan kembali kepada dirinya.

 

Allah Swt berfirman dalam hadist qudsinya : "Semua amal anak-anak Adam untuk dirinya, kecuali puasa. Puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang memberi pahala atasnya." Dengan demikian, puasa dapat dikatakan sebagai ibadah yang unik. Salah satu keunikannya, puasa merupakan rahasia antara Allah dan pelakunya sendiri.

Sebenarnya, orang yang berpuasa dapat secara sembunyi-sembunyi makan atau minum. Seorang Muslim yang berpuasa tidak akan berbuka sebelum waktunya sekalipun di sampingnya 'tidak ada' siapa pun juga, sedangkan makanan dan minuman tersedia. Dia sadar, Allah besertanya. Motivasinya jelas, seperti didorong Allah Swt dalam surah Al-Baqarah, "agar kamu bertaqwa."

 

Bukankah dengan demikian ada ajaran kejujuran bagi setiap orang yang berpuasa. Orang tak akan makan, meski hidangan sudah tersedia ketika tanda waktu Maghrib belum tiba, karena belum hak padanya. Hal ini memberi ajaran kepada setiap Muslim untuk tidak mengambil apa pun yang bukan haknya. Korupsi, kolusi dan nepotisme [KKN], jelas negasi dari pesan puasa.

Lalu, mengapakah Indonesia menempati papan atas dalam kasus-kasus korupsi? Padahal, Indonesia adalah negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. Rupanya, tuntunan puasa belum sepenuhnya meresap dalam diri tiap orang yang menjalankannya

 

Kenyataannya, masih ada birokrat Muslim yang setiap tahunnya 'taat' menjalankan puasa, melupakan pesan kejujuran yang ditekankan pula dalam ibadah Ramadhan. Mereka, mungkin 'lupa', telah mengambil sebagian harta yang bukan haknya. Kejayaan dunia, telah menyilaukan, sehingga kejayaan di akhirat yang abadi, terlupakan.

 

Sebagai warga Indonesia, sepatutnyalah kita malu dengan predikat negara termaju dalam korupsi. Kita risau, sebab sinyalemen Prof Dr Sumitro Djojohadikusumo (alm) beberapa tahun yang lalu bahwa 30% APBN bocor (dikorup), tampaknya tidak segera terbaiki. Begitu juga, akhir-akhir ini kita dihebohkan dengan keterlibatan para pejabat bangsa ini terlibat korupsi BLBI dan ditemukannya 400 travel check di DPR.

 

Sumitro, tidak pernah menghubungkan hal itu dengan komposisi agama yang ada di Indonesia. Namun, sebagai Muslim, rasanya kita pun tak bisa menjamin bahwa saudara-saudara seagama kita yang memiliki kesempatan untuk melakukan penyimpangan, semuanya sanggup menghindarinya. Entah lari kemana tuntunan kejujuran dalam puasa setelah Ramadhan berlalu.

Dalam situasi negara seperti ini, alangkah indahnya, kalau nilai-nilai puasa, bisa memberi sumbangan bagi kebangkitan Indonesia. Apakah dapat dikatakan kita telah bertaqwa sementara tak bisa menahan diri dari perbuatan terlarang, korupsi.

 

Akhirul kalam, semoga Allah Swt senantiasa melindungi kita, keluarga kita, kerabat kita, dan para pejabat kita yang shalih.Aamiin

 

Wakadza abwaabu niiraan # fiihi tuqladu bihtiraam

Rabbi asymilnaa bi ihsaan # wa’fu ‘annaa ya salaam

Wakhtimil ‘Umri bi iimaan # ‘inda saa’atil himaam

‘amma abaa’i wa waladaan # walqaraabah wal arhaam

 

[*]  Penulis adalah guru SMA Islam Al-Mizan dan Ketua RB3 Yayasan Al-Mizan, Jatiwangi, Majalengka

Catatan : Tulisan ini pernah dimuat di Harian Radar Cirebon