
Guru Pinter dan Bener
Menurut Hadlratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari
Oleh M Zaena Muhyidin, S.Ag.
Siapa yang tak kenal hadlaratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari? Beliau
adalah sorang maha guru, maha kyai, maha ajengan dan gurunya para kyai dan ajengan
di tanah Jawa. Beliau adalah pendiri
ormas terbesar Nahdlatul Ulama (NU), Pahlawan Nasional dan kakeknya sang guru
bangsa, Presiden Republik Indonesia ke-IV, pahlawan pendidikan pluralisme dan
multikulturalisme Indonesia yaitu KH.
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang wafat 30 Desember 2009 yang lalu.
Kyai Haji Hasyim Asy’ari yang lahir di Jombang 24 Zulqa’dah 1287 merupakan
ulama yang banyak menulis kitab/buku berbgai disiplin ilmu sehingga reputasi keulamannya
diakui bahkan jadi rujukan bukan hanya oleh ulama-ulama nusantara akan tetapi ulama-ulama
timur tengah khusunya Makkah dan Madinah seperti yang diakui oleh Syaikh Said
bin Muhammad al-Yamani, Abdul Hamid Sumbal al-Hadidi, Hasan bin Said al-Yamani,
dan Muhammad Ali bin al-Said al-Yamani.
Selama hidupnya, Kyai Hasyim Asy’ari yang pernah mukim di tanah suci Makkah
al-Mukarramah beberapa tahun mendapatkan bimbingan dan pendidikan langsung dari
ulama-ulama besar yakni Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani, Syaikh Khatib
al-Minangkabawi, Syaikh Syu’aib bin Abdurrahman, dan Sayyid Abbas Al-Maliki
al-Hasany, dan Syaikh Muhammad Mahfudz bin Abdullah al-Tirmasy.
Salahsatu karya terbesar beliau yang membahas tentag ilmu dan etika seorang guru dan murid dalam
belajar-mengajar adalah kitab berjudul Adab al-’Alim wa al-Muta’allim; fi ma
Yahtaj al-Muta’allim fi Ahwali Ta’allumihi wa ma Yatawaqaf alaihi al-Mu’allim
fi Maqamat at-Ta’limih yang kalau diterjemahkan secara bebas adalah
”menjadi guru dan murid yang pinter dan bener”.
Dalam kitab tersebut Kyai Hasyim Asy’ari mengupas tuntas bagaimana seorang
guru-murid harus mempunyai etika baik waktu belajar-mengajar maupun diluar itu.
Untuk mempermudah pembacanya, Kyai Hasyim merinci isi kitab tersebut ke dalam
beberapa bagian, muai dari mukaddimah, keagungan
ilmu dan ulama serta keutamaan belajar dan mengajar; etika murid, etika murid
terhadap guru; etika murid terhadap pelajaran; etika guru terhadap diri sendiri;
etika guru dalam mengajar; etika guru terhadap murid; etika terhadap kitab /
buku; dan diakhiri dengan komentar ulama-ulama timur tengah terhadap kitab
tersebut.
Salah satu pelajaran berharga yang perlu kita ambil dan tiru sebagai guru adalah bagaimana Kyai Hasyim Asy’ari menganjurkan kepada
guru untuk datang ke rumah murid yang absen (tidak masuk sekolah tanpa
pemberitahuan). Bersilaturrahim dengan wali murid dan menanyakan apa sebabnya; apa
sebab tidak ikut ujian...barang kali ada yang bisa dibantu, termasuk kesulitan
keuangan. Pokoknya menurut Kyai Hasyim belajar bersama murid itu harus
dijadikan hiburan yang paling menyenangkan dan ruang kelas adalah surga bagi
guru. Jika guru berpandangan seperti ini kata Kyai Hasyim, maka
itu baru guru beneran.
Guru dalam pandangan Kyai Hasyim Asy’ari diposisikan sebagai pewaris nabi.
Maka daripada itu guru tidak boleh nelangsa dan rendah diri dalam hal
materi. Guru yang merunduk dan menjilat di hadapan orang kaya menurutnya adalah
guru yang bejat dan menghina martabat ilmunya sendiri. Guru adalah profesi yang
mulia dan terhormat yang bertugas menyampaikan risalah (materi) kepada murid
secara baik, penuh tanggung jawab, dan berakhlaq mulia.
Sebagi akhir dari tulisan mari kita renungkan ungkapan Syaikh Waqi’ guru
Imam Syafi’i ketika menasehati murid-muridnya, kata beliau ”Hai muridku, ketahuilah bahwa orang yang pinter
itu adalah orang yang suka mendengar dari orang yang lebih atas darinya,
dari yang sebaya dengannya dan dari yang lebih muda darinya”.
Penulis, guru ASWAJA SMA Islam Al-Mizan, Jatiwangi, Majalegka